Jendral Li Guang yang sakti mandraguna mencabut pedangnya dan menghujamkan ke dalam pasir. Seketika, muncul air yang begitu jernih dan terus mengalir hingga kini. Mata air itu menjadi sebuah telaga atau danau kecil berbentuk bulan sabit. Orang barat biasa menyebutnya Crescent Moon Lake atau Danau Bulan Sabit.
Sedangkan orang China menyebutnya Yue Ya Quan. Hebatnya lagi, Danau itu tak pernah kering. Bahkan di musim terpanas sekalipun. Letaknya yang berada di tengah lautan pasir, membuat keberadaanya begitu mempesona. Yue Ya Quan menjadi tempat yang paling sering dikunjungi wisatawan di Provinsi Gansu.
Yue Ya Quan berada kurang lebih 7 kilometer sebelah selatan Kota Dunhuang yang masuk dalam wilayah provinsi Gansu. Dunhuang pada zaman kuno adalah kota penting di Jalan Sutra yang ramai, kebudayaan Timur dan Barat berbentur di sini. Kota ini sangat ramai dengan kedatangan kafilah dan saudagar.
Yue Ya Quan dulunya oleh penduduk setempat dinamakan Sumur Padang Pasir. Tempat ini begitu misterius dan memiliki keindahan yang tiada banding. Kabarnya 2000 tahun lalu, seorang raja dari Dinasti Han pernah menemukan seekor kuda sakti dan tangguh di mata air ini.
Panjang danau dari sisi utara ke selatan kurang lebih 100 meter. Sementara dari sisi timur ke barat, lebarnya mencapai 25 meter. Bagian timur danau kedalaman air mencapai 5 meter. Sedangkan di bagian barat jauh lebih dangkal.
Keistimewan mata air ini adalah letaknya yang dikelilingi gundukan gurun pasir dengan tinggi puluhan meter. Hingga ketika angin berhembus pasir bertebangan keberbagai penjuru. Anehnya, pasir itu tak pernah jatuh kedalam kolam. Yang lebih aneh lagi, sejak ribuan tahun lalu tak pernah sekalipun air danau ini kering. Padahal kondisi di gurun yang bernama Minsha itu sangat panas dan kering.
Di tepi selatan mata air yang juga dijuluki “a pearl north of the Great wall” ini, ada sebuah paviliun dengan pagoda 9 tingkat setinggi 12 meter. Diameter pagoda berkisar 7 meter. Bangunan ini berdiri anggun dan kontras dengan keberadaan mata air ditengah gurun itu.
Bangunan yang dulunya merupakan kediaman raja ini memiliki beberapa ruangan diantaranya adalah Empress Palace (niangniangdian), Dragon Royal Palace (longwanggong), Boddhisattwa Palace (Pusadian), God of Medicine Cave (yaowangdong), Scripture Hall (jingtang), Thunder Spirit Table (leishentai), dan masih banyak lagi.
Kajian Ilmiah
Secara ilmiah para ilmuwan beranggapan Yue Ya Quan adalah oasis yang berhubungan dengan Dang River (sungai dang) yang berada tak jauh dari mata air berbentuk sabit itu. Karena pergeseran kulit bumi, maka tertutuplah jalur yang menghubungkan mata air dan sungai itu. Yue Ya Quan akhirnya menjadi oasis yang independent.
Dibawah danau kecil itu terdapat lebih dari satu sumber air yang senantiasa mengeluarkan air dengan debet tetap. Ketika musim panas tiba, petani sekitar daerah itu mengalirkan air danau itu ke ladang-ladang mereka. Saat itu jumlah air di oasis itu menurun hingga setengah. Namun tak lama berselang, jumlah air akan kembali normal.
Di sekitar Yue Ya Quan ditumbuhi rumput dan pepohonan yang rimbun disis timur. Air pada permukaan danau tenang seperti cermin dan tembus pandang hingga ke dasar danau itu. Gurun pasir yang berwarna keemasan, langit yang biru serta awan putih, memantul jelas pada permukaan air danau bulan sabit. Hasilnya,.wow…!! Sebuah pemandangan yang indah dan menakjubkan.
Terdapat 2 jenis kodok dan 2 jenis ikan di tempat itu. Salah satu dari jenis ikan adalah dari jenis yang sangat langka yaitu ikan Tiebei Yu yang berarti ikan berpunggung besi. Sementara tumbuhan yang langka di mata air itu adalah Rumput Air Tujuh Bintang yang dalam bahasa China disebut Qixing Cao. Konon memakan ikan dan rumput langka ini bisa menghilangkan penyakit dan membuat orang panjang umur. Hingga Yue Ya Quan juga disebut Yao Quan atau Mata Air Obat.
Pada saat perayaan imlek, masyarakat sekitar biasanya berkumpul di Yue Ya Quan untuk merayakan hari makan Bakcang (Sejenis makanan tradisional dari pulut dan dibungkus dengan daun bambu. Biasanya Bakcang berisi daging dan telur).
Asal Mula
Menyangkut asal usul gurun dan mata air bulan sabit, banyak berbagai versi cerita yang berbeda. Salah satu cerita tentang gurun itu menyebutkan, ribuan tahun silam seorang jendral dengan ribuan prajuritnya berperang mengusir musuh di gurun ini.
Sementara mereka sedang bertarung dengan seru, tiba-tiba angin yang sangat kencang berhembus, meruntuhkan pasir yang ada di sekelilingnya dan mengubur mereka di dalam pasir. Meski demikian, pertarungan tidak berakhir, prajurit tersebut masih bertempur di bawah pasir yang kini menjadi gunung pasir Minshan. Sampai saat ini jika angin berhembus, akan terdengar suara-suara aneh seperti senandung dan teriakan. Katanya suara yang kini terdengar itu adalah raungan para prajurit tersebut. Hiii…seram juga ya.
Sementara tentang mata air bulan sabit, salah satu versi cerita menyebutkan ada seorang jendral bernama Li Guang yang melintasi gurun pasir ini bersama pasukannya dalam perjalanan mereka dari Dawan, gerbang masuk ke China bagian Barat saat itu. Teriknya matahari dan gersangnya gurun pasir, membuat pasukan Li lemas dan dehidrasi. Melihat pasukannya tak berdaya, Jendral Li yang sakti mandraguna mencabut pedangnya dan menghujamkan ke dalam pasir. Seketika, muncul air yang begitu jernih dan terus mengalir hingga kini.
Terlepas dari segala kisah yang mencoba menjelaskan keberadaan Crescent Moon Spring dan Gurun Minsha, Setidaknya luangkan waktu Anda selama 2 jam untuk berkeliling kawasan ini dan nikmati kegiatan ala gurun mulai dari mendaki gurun Minsha dengan unta. Biayanya sekitar 60 yen/RMB hingga berseluncur di gurun dengan membayar 15 yen. Jangan lewatkan menikmati sunset ataupun sunrise spektakuler dari puncak gunung pasir sepanjang 40km dan tinggi 1.715m ini.
Ada satu lagi hal mengagumkan dari gunung pasir dengan punggung berbentuk zig zag tersebut. Sekalipun puluhan pelancong meluncur di permukaannya, ratusan jejak onta dan pengunjung menapaki gunung ini, semuanya akan kembali ke bentuk semula dalam semalam benar-benar seperti tak terjamah.