Di antara bebukitan dan kebun zaitun, di tahun 1850 tentara Prancis yang menjajah Aljazair menemukan jejak kehidupan manusia masa lalu. Jajak berupa puing-puing bangunan yang tertimbun tanah itu merupakan bekas kompleks tempat tinggal tentara Romawi yang hidup sekitar tahun 98 masehi. Saat ini, situs tersebut dinamai Djemila, karena memang berada di wilayah Djemila yang masih Provinsi Setif.
Sebagai cagar budaya yang bernila sejarah, situs Djemila sangat menarik perhatian para wisatawan. Memang, pengunjung Djemila belum sepadat pengunjung Borobudur. Kemasan dan promosi wisata untuk situs tersebut juga belum berjalan gencar. Namun, romantika sejarah masa lalu terlihat sangat nyata di lokasi seluas 42 hektare itu.
Bagian depan situs Djemila saat ini diisi museum yang menyimpan koleksi peninggalan sejarah abad pertama. Mulai dari sisir, gerabah, hingga perhiasan yang digunakan manusia abad itu terpampang di lemari kaca. Miniatur bangunan yang berdiri di kompleks Djemila pun terpapar di pojok museum. Miniatur ini dibuat tahun 1930 oleh para sejarawan Prancis untuk menggambarkan kompleks Djemila secara keseluruhan.
Saat ini, wilayah tersebut masuk sebagai salah satu wilayah pelestarian yang dilindungi Unesco. Djemila merupakan bukti peninggalan sejarah tertua di negara tersebut. Sebelum ditemukan Djemila, masyarakat Aljazair hanya bisa melacak sejarah masa lalunya hingga tahun 535 masehi. Begitu Djemila ditemukan, bangsa Aljazair pun memiliki catatan sejarah masa lalunya hingga abad pertama.
Untuk bisa menjangkau wilayah ini bisa dibilang tidak terlalu gampang. Perjalanan dari ibukota Aljazair, Alger, memakan waktu sekitar 4 jam. Kota terdekat dari Djemila adalah Setif. Jarak tempuh kedua wilayah tersebut sekitar 30 menit. Kebanyakan warga Eropa yang berkunjung ke Djemila masuk lewat bandar udara internasional Setif.
Persoalannya, angkutan umum dari Setif hingga Djemila belum tersedia. Karena itu pengunjung perlu menyewa kendaraan sendiri untuk menjangkau wilayah tersebut. Sepanjang perjalanan dari Setif ke Djemila, wisatawan disuguhi pemandangan berupa bebukitan yang biasa dijadikan ladang gandum, juga perkebunan zaitun.
Begitu masuk kawasan wisata, pemandangan yang pertama kali terlihat adalah museum. Selain sebagai wahana untuk menyimpan benda-benda bersejarah, museum itu juga sekaligus menjadi counter penjualan tiket masuk. Harga tiketnya 20 dinar aljazair atau sekitar Rp 2.500. Begitu melewati museum, terhampar lapangan rumput yang sangat luas, dengan dikelilingi jalan setapak menuju puing-puing bekas bangunan Romawi kuno.
Di antara tiang-tiang pancang yang berjajar lurus, terlihat satu bangunan yang terlihat masih agak utuh. Bangunan ini berada di bagian tengah kompleks Djemila. Menurut pemandu wisata dari pengelola objek wisata tersebut, Flega Abdesselam, bangunan yang tampak menonjol itu merupakan tempat peribadatan bangsa Romawi saat itu. Dia sebut tempat itu dengan nama Sibtum Siver. Tempat ibadah tersebut, menurut dia, didirikan sekitar tahun 165 masehi.
Situs Djemila
Kemudian di lembah dekat tempat ibadah, terdapat bangunan setengah lingkaran yang dijadikan tempat pertunjukan. Seperti gedung-gedung pertunjukan Romawi pada umumnya, bangunan ini penuh lekukan yang berfungsi memantulkan suara dari panggung utama ke bangku penonton. Kurang lebih-lekukan-lekukan itu menjalankan fungsi sebagai pengeras suara.
"Tempat pertunjukan ini, memiliki bangku (terbuat dari batu) yang bisa menampung hingga 3.000 penonton," kata Flega. Namun karena berada di lembah dengan bagian atas terbuka, penonton juga bisa melihat pertunjukan dari atas bukit tanpa harus memasuki area bangunan. Gedung pertunjukan ini berada di belakang tempat ibadah.
Sedangkan di depan tempat ibadah berdiri pintu gerbang yang masih terlihat utuh. Gerbang tersebut menjadi pintu utama untuk memasuki kompleks permukiman bangsa Romawi saat itu. Batu-batu yang digunakan untuk mendirikan kompleks bangunan tersebut, tutur Flega, berasal dari bebukitan di sekitarnya. Hingga saat ini, menurut dia, bekas-bekas galian masih terlihat di beberapa bukit di sekitar Djamila.
Kompleks Djamila ini, ditinggalkan bangsa Romawi begitu datang bangsa vandal dari daratan yang sekarang menjadi negara Jerman. Sebelum Romawi datang, penduduk asli setempat adalah bangsa Viniqi. Setelah bangsa Vandal, wilayah tersebut jatuh ke tangan Bizantium, bangsa Turki, Spanyol, dan akhirnya dijajak Prancis. Wilayah ini merdeka seiring dengan kemerdekaan Aljazair secara keseluruhan dari penjajahan Prancis pada tahun 1962.