Pages

Showing posts with label Koruptor. Show all posts
Showing posts with label Koruptor. Show all posts

Gambar Uang 1000 Baru, Wajib lihat Agar Selalu Ingat

Tentu saja uang diatas ini palsu, waspadai peredarannya, jika dia beredar di lingkungan anda jangan lapor polisi, karena polisi mau mengantonginya, jadi...???, ya jika anda menemukannya.. sobek-sobek aja...

Penyamaran Gayus Tambunan di Lapangan Tenis, Gayus Bukan Ya??


Jakarta - Foto pria mirip Gayus Tambunan yang sedang menonton turnamen tenis, tertangkap kamera. Sontak kabar ini menjadi sorotan karena Gayus masih berstatus terdakwa dugaan mafia pajak dan seharusnya meringkuk di tahanan.

Benarkah pria berkacamata yang dengan rambut dibelah tengah itu Gayus? Gayus sendiri menyangkal kabar keberadaan dirinya di Bali untuk menonton tenis. 8 Petugas kepolisian diperiksa untuk mencari kejelasan. Ketua Pusat Studi Kepolisian UNDIP Semarang, Budi Wicaksono, mengatakan keterangan pihak jaksa juga diperlukan untuk menjawab teka-teki Gayus atau orang mirip Gayus yang berkeliaran di Bali.

Untuk membuktikan Gayus tidak berkeliaran di Bali, maka butuh alibi. Berikut ini wawancara detikcom dengan Budi Wicaksono, Selasa (9/11/2010):

Ada orang mirip Gayus berkeliaran di Bali sehingga mencuatkan kabar Gayus bisa bebas keluar penjara. Pendapat Anda?

Gayus belum diputus pengadilan, jadi statusnya tahanan. Seseorang menjadi tahanan itu ada tujuannya, yakni karena yang bersangkutan diancam pidana diatas 5 tahun, agar tidak melarikan diri, agar tidak merusak barang bukti dan agar tidak mengulangi perbuatan.
 
Kalau benar Gayus itu ada di Bali saya kira menggangu perasaan rakyat. Karena Gayus itu kan terdakwa korupsi, sedangkan korupsi itu musuh masyarakat. Korupsi adalah extra ordinary crime. Karenanya kalau terdakwanya sudah ditahan, lalu bisa bebas berkeliaran maka itu menyakiti hati masyarakat.

Akibatnya ada opini negatif, polisinya disuap atau bagaimana. Secara sosiologis itu menyakiti menyakiti perasaan masyarakat. Masyarakat berpikir,orang yang salahnya sedikit langsung dipenjara. Ini Gayus yang merugikan negara seenaknya dikeluarkan untuk jalan-jalan.

Polisi tengah memeriksa anggotanya untuk memperjelas masalah itu. Apalagi yang harus dilakukan?

Pemeriksaan itu memang harus. Atasannya bisa jadi nggak tahu, tapi ternyata bawahannya yang mengeluarkan. Perlu penyelidikan apakah kepolisian kecolongan atau tidak. Kalau terbukti Gayus keluar jalan-jalan sampai Bali, yang mengeluarkan tanpa prosedur jelas itu harus dikasih tindakan.

Yang seperti itulah yang membuat polisi jadi jelek namanya, dan semakin diragukan masyarakat. Kalau yang seperti itu terus dipelihara akan mencoreng namanya sendiri.

Jadi dalam masalah ini, harus diketahui jelas, itu Gayus atau bukan. Lalu harus jelas juga siapa yang memberi izin Gayus keluar dan bisa sampai Bali.

Hanya keterangan polisi yang bisa menjawab teka-teki itu?


Kalau Gayus sudah disidang, dia kan jadi tahanan jaksa. Jaksa bisa menahan sendiri tetapi juga bisa dititipkan ke tahanan polisi. Karena itu jaksa juga harus dimintai keterangan, karena dia ada di kekuasaan jaksa.

Secara de jure tahanan jaksa, tetapi secara de facto ada di tahanan polisi. Makanya dari jaksa juga harus diselidiki, apa betul ada izin keluar. Kalau ada izinnya buat apa. Harus punya alibi, yakni keterangan yang menyatakan seseorang ada di tempat tertentu pada waktu tertentu. Ini harus ada saksinya. Kalau ada alibi, bisa ketahuan kan Gayus atau bukan yang ada di Bali itu.

Kalau polisi membolehkan Gayus keluar tanpa izin jaksa?

Kalau begitu ya namanya menyalahgunakan wewenang. Itu kan tahanan kepunyaan jaksa, tapi kok dikeluar-keluarkan tanpa izin. Sama saja saya titip barang ke tetangga, lalu barangnya dikeluarkan atau diutak-atik tanpa seizin saya, ya saya marah.

Penyelidikan yang holistik harus dilakukan cepat?

Kalau mendasarkan pada syarat subyektif penahanan (tanpa mempertimbangkan syarat obyektif, penahanan dilakukan pada orang yang diancam pidana 5 tahun), sebenarnya bisa saja tersangka atau terdakwa tidak perlu ditahan. Itu menurut hukum normatif. Tapi secara sosiologis pasti menyakiti perasaan rakyat.

Memang harus cepat (penyelidikan) agar tidak banyak muncul spekulasi. Ini kan sudah jadi perhatian. Jangan menutup-nutupi.

Daftar Koruptor Yang Mencuri Dana Bantuan Bencana Alam

Negara ini sekarang sedang tertimpa bencana mulai dari banjir bandang di Papua, tsunami di Mentawai, banjir di Jakarta, dan letusan Gunung Merapi. Banyak korban bencana alam ini yang memerlukan bantuan pemerintah, namun entah apa karena tidak ada hari nurani, ada beberapa pejabat yang tega sekali mengkorupsi dana bantuan bencana alam untuk kepentingan pribadi. Berikut sebagian nama-nama para koruptor tersebut : 

1. Korupsi bantuan bencana bsunami
Setelah bencana tsunami pada 17 Juli 2006 lalu, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) berencana memberikan bantuan kepada para nelayan yang menjadi korban. Bantuan itu berupa perahu fiberglass 1 GT dengan mesin 15 PK dan pengadaan alat tangkap. Dananya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2006.
Hari Purnomo, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Tengah, dan Elisabeth, Kepala Seksi Produksi Penangkapan Ikan Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Tengah yang mengurusi urusan tersebut. Namun mereka terbukti melanggar UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena mereka dianggap melanggar pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999. Tindakan mereka ini telah merugikan Negara Indonesia sekitar 9,5 milyar rupiah di saat para korban tsunami khususnya nelayan membutuhkan bantuan.

2. Korupsi oleh Bupati Purwakarta
Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Lili Hambali Hasan, diperiksa Kejaksaan Tinggi Jawa Barat sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana bencana alam Rp 2 miliar dan kasus korupsi pembangunan gedung Islamic Center Purwakarta sebesar Rp 1,725 miliar.

3. Penggelapan beras bantuan bencana
Tak hanya para pejabat saja ternyata ada pegawai negeri sipil (PNS) pada Dinas Sosial Jember, Jawa Timur bernama M. Kholik Anwari telah menggelapkan 72 ton beras bantuan bencana alam. Uang penjualan beras itu dia gunakan Anwari untuk berjudi, mabuk, dan bermain perempuan. 

4. Korupsi di pos bantuan bencana alam
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara (Sulut) telah menahan dua pejabat di lingkungan Kabupaten Kepulauan Talaud yang telah ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi uang negara sejumlah Rp6,9 miliar pada pos bantuan bencana alam tahun anggaran 2007-2008. Dua pejabat tersebut yakni Asisten Bidang Ekonomi Pembangunan HM alias Mandiri dan Kepala Dinas Perhubungan WT alias Tine. 

5. Korupsi dana bencana pascagempa Yogja
Sekelompok tersangka korupsi dana rekontruksi pascagempa DI Yogyakarta telah ditetapkan senilai Rp1 miliar. Mereka adalah Kepala Desa (Kades) Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Sukro Nur Harjono, Sigit, Kabag Keuangan Desa Selopamioro, dan Sugiono pengumpul uang potongan dana rekontruksi pascagempa. modus operandi para tersangka yaitu melakukan pemotongan dana rekontruksi kepada setiap kelompok masyarakat penerima dana rekontruksi dengan besar masing-masing mencapai Rp 7 juta hingga Rp 10 juta

6. Korupsi dana bencana oleh gubernur
Gubernur Banten, Djoko Munandar yang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi penyelewengan bencana alam senilai Rp 14 miliar. Ia ditetapkan sebagai tersangka dimana ia sebelumnya menjadi saksi dari kasus korupsi tersebut setelah bukti-bukti telah terkuak. Hasil korupsi tersebut masuk ke kantong pribadi Panitia Anggaran DPRD Banten.

7. Korupsi dana bencana alam puting beliung
Mantan Kabag Kesra Pemkab Probolinggo H Sudarmin beserta empat tersangka dugaan korupsi dana bantuan bencana alam puting beliung lainnya yakni, mantan staf PNS Dinas Perkebunan, Didik, mantan staf Bagian Kesra, Samsul, mantan Camat Lumbang, Sanemo serta mantan Kades Sapeh, Karnoto.

Para tersangka diduga melakukan bancakan dana untuk korban bencana alam puting beliung di Desa Sapeh, Kecamatan Lumbang yang merugikan negara Rp 271 juta. Bantuan yang disalurkan kepada korban hanya Rp 14 juta dari total anggaran sebesar Rp 285 juta. Dana bantuan itu mengalir ke Karnoto Rp 78 juta, staf PNS Dinas Perkebunan Didik menerima Rp 28,5 juta, staf Kesra Samsul Rp 16,5 juta, mantan Camat Lumbang Sanemo Rp 45 juta dan Rp 103 juta mengalir ke kantong pribadi H Sudarmin.