Pages

56 Orang Tewas Akibat Banjir Bandang di Papua Barat

Warga berkumpul di bekas banjir bandang di Wasior, Papua Barat, Selasa (5/10/2010). Banjjir bandang menyebabkan korban jiwa mencapai 56 orang dan merusak puluhan rumah warga.
Mungkin tak pernah terbayangkan bagi warga Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, untuk mengawali pekan dengan bencana. Akibat banjir bandang, Selasa (5/10/2010) malam, tercatat 60 orang tewas dan 50 orang hilang.

Senin sekitar pukul 08.30, ketika sebagian warga siap-siap beraktivitas, terdengar suara gemuruh bersama datangnya luapan air Sungai Batang Salai yang membelah Wasior, ibu kota Kabupaten Teluk Wondama.

Hujan tiada henti sejak hari Minggu sampai Senin dini hari, menyebabkan sungai yang berhulu di Pegunungan Wondiwoy tersebut meluap. Selain air dan lumpur, banjir bandang membawa serta bebatuan dan batang-batang kayu berikut akarnya. Akibatnya, rumah-rumah warga di tepi kiri kanan sungai hancur tersapu air.

”Warga yang sudah ke luar rumah bergegas menyelamatkan diri ke perbukitan atau daerah yang lebih tinggi. Sementara warga yang masih di dalam rumah tidak semua bisa menyelamatkan diri. Rumah warga yang umumnya semipermanen dari bahan kayu tergerus dan runtuh. Itulah yang menyebabkan jatuh banyak korban jiwa,” kata Silami, Asisten I Sekretaris Daerah Kabupaten Teluk Wondama.

Posko bencana alam di kantor bupati setempat mencatat, sampai Selasa malam, jumlah korban tewas mencapai 60 orang, sementara 50 warga masih dicari.

Informasi dari posko menyebutkan, di antara 60 orang korban tewas, terdapat tiga anggota polisi dan seorang dokter yang bernama Since Homedong.

Ratusan warga yang selamat ataupun luka-luka mengungsi ke sejumlah ruangan di kantor bupati yang terletak di daerah perbukitan. Sebagian korban berbaring di teras kantor tersebut. Sesekali mereka mengerang kesakitan karena luka yang diderita akibat terhantam puing-puing rumah yang tergerus banjir. Mereka umumnya belum mendapatkan perawatan medis.

”Bantuan medis belum tiba semenjak banjir bandang yang mirip tsunami ini,” ujar Silami.

Infrastruktur hancur

Dari pantauan Kompas, situasi Wasior sepanjang Selasa malam gelap gulita karena instalasi listrik rusak parah dan aliran listrik terputus. Penerangan di posko hanya mengandalkan lampu minyak tanah.

Jalan-jalan juga tidak bisa dilewati kendaraan karena di beberapa titik terdapat timbunan bebatuan dan lumpur setinggi pinggang orang dewasa. Jaringan komunikasi juga terputus.

Letda (Inf) M Thesia, perwira Kodim 1703/Manokwari yang mengoordinasikan pencarian korban, mengatakan, pihaknya membutuhkan bantuan tenaga medik dan obat-obatan serta pasokan pangan untuk disalurkan kepada warga yang luka-luka ataupun selamat.

Selain itu, dibutuhkan juga bantuan alat berat dan tim SAR untuk mencari korban yang hilang.

Terputusnya jaringan komunikasi membuat Kepala Penerangan Kodam XVII Cenderawasih Letkol (Inf) Susilo yang bermarkas di Jayapura kesulitan menghubungi pejabat teritorial di lokasi kejadian.

Tidak ada jalan darat dari Manokwari, ibu kota Provinsi Papua Barat, ke Kabupaten Teluk Wondama. Untuk menuju wilayah terpencil di ”kepala burung” Papua itu, orang harus menempuh perjalanan laut sekitar 10 jam dari Manokwari dengan menumpang armada patroli Angkatan Laut atau kapal-kapal pengangkut kayu gelondongan yang hilir mudik Teluk Wondama-Manokwari.

Lapangan terbang Wasior dilayani maskapai penerbangan Susi Air dengan rute Wasior-Manokwari dan Wasior-Nabire. Namun, saat ini landasan pacu terendam banjir setinggi pinggang orang dewasa. (ICH/NAR)
sumber:kompas