Banyak yang mengatakan bahwa Bahasa Indonesia adalah Bahasa Melayu yang dimodifikasi lalu dicampur dengan bahasa-bahasa serapan dari berbagai daerah dan dari bahasa asing kemudian di bakukan. Sedangkan bahasa melayu sendiri berasal/berakar dari bahasa Austronesia yang mulai muncul sekitar tahun 6.000-10.000th lalu.
* Asal Usul Bahasa Austronesia menurut teori hipotesa Out of Taiwan *
Asal usul bahasa Austronesia, ada beberapa hipotesa tetapi yang paling umum adalah hipotesa bahwa asal usul leluhur penutur bahasa Austronesia adalah Formosa (Taiwan) atau lebih dikenal dengan teori hipotesa Out of Taiwan. Salah satu pakar linguistik yang sangat mendukung teori ini adalah Robert Blust.
Sejak tahun 1970-an Blust telah mencoba merekontruksi silsilah dan pengelompokan bahasa-bahasa dari rumpun Austronesia, misalnya kosakata protobahasa Austronesia yang berkaitan dengan flora dan fauna serta gejala alam lain.
Blust juga membuat rekontruksi pohon kekerabatan rumpun bahasa Austronesia dan perkiraan waktu percabangannya, mulai dari Proto-Austronesia hingga Proto-Oceania. Para leluhur ini pada awalnya berasal dari Cina Selatan yang kemudian bermigrasi ke Taiwan pada 5.000-4.000th SM, namun akar bahasa Austronesia baru muncul beberapa abad kemudian di Taiwan.
Kosakata yang dapat direkonstruksi dari bahasa awal Austronesia yang dapat dilacak antara lain : rumah tinggal, busur, memanah, tali, jarum, tenun, mabuk, berburu, kano, babi, anjing, beras, batu giling, kebun, tebu, gabah, nasi, menampi, jerami, hingga mengasap.
Para petani purba di Taiwan ini berkembang cepat dan lalu terpecah-pecah menjadi kelompok-kelompok yang hidup terpisah dan bahasanya menjadi berbeda-beda dengan setidaknya kini ada sembilan bahasa yang teridentifikasi sebagai bahasa formosa.
Migrasi leluhur Taiwan ke Filipina mulai terjadi pada 4.500-3.000th SM. Leluhur ini adalah salah satu dari kelompok yang memisahkan diri. Mereka bermigrasi ke selatan menuju Kepulauan Filipina bagian utara yang kemudian memunculkan cabang bahasa baru yakni Proto-Malayo-Polinesia (PMP).
Tahap berikutnya terjadi pada 3.500-2.000th SM dimana masyarakat penutur bahasa PMP yang awalnya tinggal di Filipina Utara mulai bermigrasi ke selatan melaluli Filipina Selatan menuju Kalimantan dan Sulawesi serta ke arah tenggara menuju Maluku Utara.
Proses migrasi ini membuat bahasa PMP bercabang menjadi bahasa Proto Malayo Polinesia Barat (PWMP) dikepulauan Indonesia bagian barat dan Proto Malayo Polinesia Tengah-Timur (PCEMP) yang berpusat di Maluku Utara.
Namun pada 3.000-2000th SM leluhur yang ada di Maluku Utara bermigrasi ke selatan dan timur. Hanya dalam waktu singkat migrasi dari Maluku Utara mencapai Nusa Tenggara sekitar 2.000th SM yang kemudian memunculkan bahasa Proto Malayo Polinesia Tengah (PCMP).
Demikian pula migrasi ke timur mencapai pantai utara Papua Barat dan melahirkan bahasa-bahasa Proto Malayo Polinesia Timur (PEMP). Migrasi dari Papua Utara ke barat terjadi pada 2.500th SM dan ke timur pada 2.000-1.500th SM dimana penutur PEMP di wilayah pantai barat Papua Barat melakukan migrasi arus balik menuju Halmahera Selatan, Kepulauan Raja Ampat, dan pantai barat Papua Barat yang kemudian muncul bahasa yang dikelompokkan sebagai Halmahera Selatan Papua Nugini Barat (SHWNG).
Setelah itu kelompok lain penutur bahasa PEMP bermigrasi ke Oseania dan mencapai Kepulauan Bismarck di Malanesia sekitar 1.500th SM dan memunculkan bahasa Proto Oseania.
Sedangkan di Kepulauan Indonesia di bagian barat, setelah sempat menghuni Kalimantan dan Sulawesi, pada 3.000-2.000th SM, penutur PWMP bergerak ke selatan, bermigrasi ke Jawa dan Sumatera.
Penutur PWMP yang asalnya dari Kalimantan dan Sulawesi itu lalu bermigrasi lagi ke utara antara lain ke Vietnam pada 500th SM dan Semenanjung Malaka. Dan menjelang awal tahun Masehi penutur bahasa PWMP menyebar lagi ke Kalimantan (arus balik) sampai ke Madagaskar.
Bentuk rumpun bahasa Austronesia ini lebih menyerupai garu daripada bentuk pohon. Karena semua proto-bahasa dalam kelompok ini, dari Proto Malayo Polinesia hingga Proto Oseania menunjukan kesamaan kognat yang tinggi, yaitu lebih dari 84 persen dari 200 pasangan kata.
Bahasa Indonesia sekarang ini, sudah sangat kompleks karena penuturnya tidak hanya hidup dengan sukunya masing-masing dan beradaptasi dengan rumpun bahasa dunia lainnya seperti dari India, Arab, Portugis, Belanda dan Inggris.