Pulau Paskah (easter island) adalah sebuah pulau milik Chili yang terletak di selatan Samudra Pasifik. Dalam bahasa Polinesia Pulau Paskah disebut Rapa Nui, sedangkan dalam bahasa Spanyol di sebut la de Pascua. Secara administratif Pulau Paskah termasuk dalam Provinsi Valparaiso.
Pulau Paskah terkenal secara luas karena masih ada 887 patung-patung yang monumental, yang disebut moʊ.аɪ diucapkan Moai. Pulau ini adalah Situs Warisan Dunia Unesco dengan banyak pulau yang dilindungi dalam Taman Nasional Rapa Nui. Pulau Paskah telah banyak mengalami keruntuhan dari ekosistem, dengan kepunahan dari banyak dari prasejarah spesies; peristiwa ini dikaitkan dengan over-eksploitasi sumber daya pulau.
Sejarah Pulau Paskah
Sejarah Pulau Paskah Penuh dengan kontroversi. Penduduknya telah mengalami kelaparan, wabah, perang saudara, budak penggerebekan dan kolonialisme, dan kecelakaan ekosistem; mereka telah menurun drastis populasinya lebih dari sekali. Mereka telah meninggalkan warisan budaya yang telah membawa ketenaran mereka tetapi tidak sepadan dengan populasi mereka.
Rekor Penduduk Terendah (111 jiwa)
Orang yang pertama kali menempati Pulau Paskah adalah keturunan imigran dari Polinesia yang kemungkinan berasal dari Pulau Mangareva atau Pitcairn di sebelah barat. Sejarah pulau ini dapat dihubungkan berkat daftar raja Pulau Paskah yang telah direkonstruksi, lengkap dengan rangkaian peristiwa dan tanggal perkiraan sejak tahun 400. Penghuni asal Polinesia tersebut membawa sejumlah pisang, talas, ubi manis, tebu, bebesaran kertas (paper mulberry) dan ayam. Pada suatu masa, pulau ini menopang peradaban yang relatif maju dan kompleks. Ahli navigasi asal Belanda Jakob Roggeveen menemukan Pulau Paskah pada Hari Paskah tahun 1722. Roggeveen memperkirakan sekitar 2.000-3.000 orang menghuni pulau ini, tetapi ternyata jumlah penduduk mencapai 10.000-15.000 jiwa pada abad ke-16 dan 17. Peradaban Pulau Paskah telah merosot secara drastis semenjak 100 tahun sebelum kedatangan Belanda, terutama akibat terlalu padatnya jumlah penduduk, penebangan hutan dan eksploitasi sumber daya alam yang terbatas di pulau yang amat terisolasi ini. Namun, hingga pertengahan abad ke-19, populasi telah bertambah hingga mencapai 4.000 jiwa. Hanya berselang waktu 20 tahun kemudian, deportasi ke Peru dan Chili serta berbagai penyakit yang dibawa oleh orang Barat hampir memusnahkan seluruh populasi, dengan hanya 111 penduduk di pulau ini pada 1877. Pulau ini dianeksasi oleh Chili pada 1888 oleh Policarpo Toro. Jumlah penduduk asli suku Rapanui perlahan-lahan telah bertambah dari rekor terendah berjumlah 111 jiwa.
Rapanui Bukan Nama Asli Pulau Paskah
Perlu diketahui bahwa nama "Rapa Nui" bukan nama asli Pulau Paskah yang diberikan oleh suku Rapanui. Nama itu diciptakan oleh para imigran pekerja dari suku asli Rapa di Kepulauan Bass yang menyamakannya dengan kampung halamannya. Nama yang diberikan suku Rapanui bagi pulau ini adalah Te pito o te henua ("Puser Dunia") karena keterpencilannya, namun sebutan ini juga diambil dari lokasi lain, mungkin dari sebuah bangunan di Marquesas.
Menurut legenda dicatat oleh para misionaris pada 1860-an, awalnya pulau yang sangat jelas sistem kelas, dengan ariki, raja, mutlak memegang kekuasaan dewa-seperti sejak hotu Matu'a telah tiba di pulau itu. Unsur yang paling menonjol dalam budaya produksi besar-besaran Moai yang merupakan bagian dari penyembahan leluhur. Dengan Susunan bersatu ketat, Moai itu sebagian besar pemerintahan yang terpusat.
Upacara Cult Manusia Burung Penyebab Kemunduran
Pemujaan terhadap Manusia Burung (Rapanui: tangata manu) tampaknya sebagian besar penyebab penderitaan pulau pada akhir abad 18 dan 19. Katherine Routhledge (yang secara sistematis mengumpulkan tradisi pulau dalam ekspedisi pada 1919) menunjukkan bahwa menurut penduduk asli, semua konflik dan penderitaan ini adalah tanggal tepat untuk periode setelah kedatangan orang Eropa. Terlepas, dengan ekosistem pulau itu memudar, penghancuran tanaman cepat mengakibatkan kelaparan, penyakit dan kematian.
Menurut Diamond dan Heyerdahl versi sejarah, para bidadari berwujud mo'ai - "Statue-toppling" - berlanjut ke tahun 1830-an sebagai bagian dari perang internal ganas. Pada tahun 1838 satu-satunya Moai yang berdiri berada di lereng Rano Raraku dan Hoa Hakananai'a di Orongo. Namun, ada sedikit bukti arkeologi untuk "perang internal" dalam periode pra-Eropa, dan jauh lebih sedikit dari masyarakat pra-Eropa runtuh. Bahkan, tulang patologi dan data dari pulau osteometric masa itu jelas
Pulau Paskah terkenal secara luas karena masih ada 887 patung-patung yang monumental, yang disebut moʊ.аɪ diucapkan Moai. Pulau ini adalah Situs Warisan Dunia Unesco dengan banyak pulau yang dilindungi dalam Taman Nasional Rapa Nui. Pulau Paskah telah banyak mengalami keruntuhan dari ekosistem, dengan kepunahan dari banyak dari prasejarah spesies; peristiwa ini dikaitkan dengan over-eksploitasi sumber daya pulau.
Sejarah Pulau Paskah Penuh dengan kontroversi. Penduduknya telah mengalami kelaparan, wabah, perang saudara, budak penggerebekan dan kolonialisme, dan kecelakaan ekosistem; mereka telah menurun drastis populasinya lebih dari sekali. Mereka telah meninggalkan warisan budaya yang telah membawa ketenaran mereka tetapi tidak sepadan dengan populasi mereka.
Rekor Penduduk Terendah (111 jiwa)
Orang yang pertama kali menempati Pulau Paskah adalah keturunan imigran dari Polinesia yang kemungkinan berasal dari Pulau Mangareva atau Pitcairn di sebelah barat. Sejarah pulau ini dapat dihubungkan berkat daftar raja Pulau Paskah yang telah direkonstruksi, lengkap dengan rangkaian peristiwa dan tanggal perkiraan sejak tahun 400. Penghuni asal Polinesia tersebut membawa sejumlah pisang, talas, ubi manis, tebu, bebesaran kertas (paper mulberry) dan ayam. Pada suatu masa, pulau ini menopang peradaban yang relatif maju dan kompleks. Ahli navigasi asal Belanda Jakob Roggeveen menemukan Pulau Paskah pada Hari Paskah tahun 1722. Roggeveen memperkirakan sekitar 2.000-3.000 orang menghuni pulau ini, tetapi ternyata jumlah penduduk mencapai 10.000-15.000 jiwa pada abad ke-16 dan 17. Peradaban Pulau Paskah telah merosot secara drastis semenjak 100 tahun sebelum kedatangan Belanda, terutama akibat terlalu padatnya jumlah penduduk, penebangan hutan dan eksploitasi sumber daya alam yang terbatas di pulau yang amat terisolasi ini. Namun, hingga pertengahan abad ke-19, populasi telah bertambah hingga mencapai 4.000 jiwa. Hanya berselang waktu 20 tahun kemudian, deportasi ke Peru dan Chili serta berbagai penyakit yang dibawa oleh orang Barat hampir memusnahkan seluruh populasi, dengan hanya 111 penduduk di pulau ini pada 1877. Pulau ini dianeksasi oleh Chili pada 1888 oleh Policarpo Toro. Jumlah penduduk asli suku Rapanui perlahan-lahan telah bertambah dari rekor terendah berjumlah 111 jiwa.
Perlu diketahui bahwa nama "Rapa Nui" bukan nama asli Pulau Paskah yang diberikan oleh suku Rapanui. Nama itu diciptakan oleh para imigran pekerja dari suku asli Rapa di Kepulauan Bass yang menyamakannya dengan kampung halamannya. Nama yang diberikan suku Rapanui bagi pulau ini adalah Te pito o te henua ("Puser Dunia") karena keterpencilannya, namun sebutan ini juga diambil dari lokasi lain, mungkin dari sebuah bangunan di Marquesas.
Menurut legenda dicatat oleh para misionaris pada 1860-an, awalnya pulau yang sangat jelas sistem kelas, dengan ariki, raja, mutlak memegang kekuasaan dewa-seperti sejak hotu Matu'a telah tiba di pulau itu. Unsur yang paling menonjol dalam budaya produksi besar-besaran Moai yang merupakan bagian dari penyembahan leluhur. Dengan Susunan bersatu ketat, Moai itu sebagian besar pemerintahan yang terpusat.
Upacara Cult Manusia Burung Penyebab Kemunduran
Pemujaan terhadap Manusia Burung (Rapanui: tangata manu) tampaknya sebagian besar penyebab penderitaan pulau pada akhir abad 18 dan 19. Katherine Routhledge (yang secara sistematis mengumpulkan tradisi pulau dalam ekspedisi pada 1919) menunjukkan bahwa menurut penduduk asli, semua konflik dan penderitaan ini adalah tanggal tepat untuk periode setelah kedatangan orang Eropa. Terlepas, dengan ekosistem pulau itu memudar, penghancuran tanaman cepat mengakibatkan kelaparan, penyakit dan kematian.
Moai Patung Misterius
Moai adalah patung-patung yang terdapat di Pulau Paskah yang dipahat dari batu . Sebagian besar patung tersebut berjenis monolitis, atau dipahat dari satu batu saja, walaupun ada juga yang mempunyai batu Pukau tambahan terpisah yang diletakkan di bagian kepala. Terdapat lebih dari 600 Moai yang tersebar di seluruh pulau. Sebagian besar moai dipahat dari batu karang vulkanik lunak yang terdapat di daerah Rano Raraku, di mana tersisa sekitar 400 moai lainnya yang belum jadi. Tambang tersebut sepertinya ditinggalkan tiba-tiba. Hampir seluruh moai yang telah selesai dipahat kemudian dihancurkan oleh penduduk pribumi setempat pada masa setelah berakhirnya konstruksi.
Peta Pulau Paskah yang menunjukkan lokasi Moai |
Moai di daerah Rano Raraku |
Sang "penjaga" pulau
Teori yang paling dikenali ialah moai tersebut dipahat oleh penghuni asal Polinesia lebih dari seribu tahun lalu. Moai diyakini mewakili arwah leluhur (sebagai penanda kuburan), atau mungkin mewakili tokoh terkemuka serta sebagai simbol status keluarga. Moai sangatlah mahal untuk dipahat dan membutuhkan waktu yang lama. Moai juga harus diangkut untuk mencapai lokasi terakhir di sepanjang pulau. Tidak diketahui secara pasti bagaimana moai diangkut, tetapi proses tersebut pasti memerlukan kerekan atau/dan kayu gelondongan.
Dan perlu Diketahui Ahu adalah platform batu yang sangat bervariasi dalam tata letak seperni gambar dibawah.
Ada yang berspekulasi bahwa moai dibangun oleh masyarakat kelas bawah untuk memuliakan kelas atas. Orang kelas bawah dipaksa bekerja pada bidang ini. Setelah bertahun-tahun bekerja, kelas bawah memberontak dengan keras. Akibatnya, banyak patung yang hancur, jumlah penduduk berkurang hingga ratusan orang dan menimbun sejarah Pulau Paskah selama-lamanya.
Petroglyph Penduduk Kuno Pulau Paskah
Petroglyphs adalah gambar yang dipahat di batu. Pulau Paskah memiliki salah satu koleksi terkaya di semua Polinesia. Sekitar 1.000 situs dengan lebih dari 4.000 petroglyphs adalah katalog. Desain dan gambar yang dipahat dari batu untuk berbagai alasan: untuk menciptakan totem, untuk menandai wilayah atau untuk mengabadikan peringatan seseorang atau peristiwa . Terdapat variasi yang berbeda di seluruh pulau dalam hal frekuensi tema tertentu di antara petroglyphs, dengan konsentrasi Birdmen di Orongo. Ukiranya antara lain termasuk penyu laut, Komari (vulvas) dan Makemake, kepala dewa tangata manu atau kultus Manusia Burung.
Rongorongo Tulisan Misterius
Ada berbagai lembaran (tablet) yang ditemukan di pulau yang berisikan tulisan misterius. Tulisan, yang dikenal dengan Rongorongo, belum dapat diuraikan walaupun berbagai generasi ahli bahasa telah berusaha. Seorang sarjana Hongaria, Wilhelm atau Guillaume de Hevesy, pada 1932 menarik perhatian tentang kesamaan antara beberapa karakter rongorongo Pulau Paskah dan tulisan pra-sejarah Lembah Indus di India, yang menghubungkan lusinan (sedkitnya 40) rongorongo dengan tanda cap dari Mohenjo-daro. Hubungan ini telah diterbitkan kembali di berbagai buku. Arti rongorongo kemungkinan ialah damai-damai, dan tulisannya mungkin mencatat dokumen perjanjian damai, misalnya antara yang bertelinga panjang dan penguasa bertelinga pendek. Namun, penjelasan tersebut masih dalam perdebatan.
Glyphs adalah bentuk gambar ikon kecil dalam bahasa rongorongo yang bergaya manusia, hewan, sayuran dan bentuk-bentuk geometris, dan sering membentuk senyawa. Jujur saya masih bingung dalam mngartikan apa itu Glyph.
Sebenarnya Masih Banyak sekali hal-hal menarik yang ada di pulau paskah, tapi karena terlalu banyak bahkan sangat banyak, jadi saya memotongnya sampai disini, semoga bermanfaat dan menarik untuk anda simak.