Seorang anak terlahir normal, tanpa cacat sedikit pun. Proses kelahirannya berlangsung normal, tanpa operasi caesar. Tetapi proses panjang selama Sembilan bulan sebelum melahirkan itulah yang tidak normal. Bahkan, jika bukan karena kuasa Allah, takkan pernah terjadi sebuah kelahiran yang menakjubkan ini. Selain faktor Allah, tentu saja ada sang bunda yang teramat luar biasa…
Pekan pertama setelah mengetahui bahwa dirinya positif hamil, Sinta mengaku kaget bercampur haru. Perasaan yang luar biasa menghinggapi seisi hidupnya, sepanjang hari-harinya setelah itu. Betapa tidak, sekian tahun lamanya ia menunggu kehamilan, ia teramat merindui kehadiran buah hati penyejuk jiwa di rumah tangganya. Dan kenyataannya, Allah menanamkan sebentuk amanah dalam rahimnya. Sinta pun tersenyum gembira.
Namun kebahagiaan Sinta hanya berlangsung sesaat, tak lebih dari dua pekan ia menikmati hari-hari indahnya, ia jatuh sakit. Dokter yang merawatnya tak bisa mendiagnosa sakit yang diderita Sinta. Makin lama, sakitnya bertambah parah, sementara janin yang berada dalam kandungannya pun ikut berpengaruh. Satu bulan kemudian, Sinta tak kunjung sembuh, bahkan kondisinya bertambah parah. Dokter mengatakan, pasiennya belum kuat untuk hamil sehingga ada kemungkinan jalan untuk kesembuhan dengan cara menggugurkan kandungannya.
Sinta yang mendengar rencana dokter, langsung berkata “tidak”. Ia rela melakukan apa pun untuk kelahiran bayinya, meski pun harus mati. “bukankah seorang ibu yang meninggal saat melahirkan sama dengan mati syahid?” ujarnya menguatkan tekad.
Suaminya dan dokter pun sepakat menyerah dengan keputusan Sinta. Walau mereka sudah membujuknya dengan kalimat, “kalau kamu sehat, kamu bisa hamil lagi nanti dan melahirkan anak sebanyak kamu mau”. Namun Santi tak bergeming. Janin itu pun tetap bersemayam di rahimnya.
Waktu terus berjalan, memasuki bulan ketiga, Sinta mengalami penurunan stamina. Keluarga sudah menangis melihat kondisinya, tak sanggup melihat penderitaan Sinta. Tak lama kemudian, dokter menyatakan Sinta dalam keadaan kritis. Tidak ada jalan lain, janin yang sudah berusia hampir empat bulan pun harus segera dikeluarkan demi menyelamatkan sang bunda.
Dalam keadaan kritis, rupanya Sinta tahu rencana dokter dan keluarganya. Ia pun bersikeras mempertahankan bayinya. “Ia berhak hidup, biar saya saja yang mati untuknya”. Santi pun memohon kepada suaminya untuk mengabulkan keinginannya ini. “Mungkin saja ini permintaan terakhir saya Mas, biarkan saya meninggal dengan tenang setelah melahirkan nanti. Yang penting saya bisa melihatnya terlahir ke dunia,” luluhlah sang suami.
Pengguguran kandungan pun batal.
Bulan berikutnya, kesehatan Sinta tak berangsur pulih. Di bulan ke enam kehamilannya, ia drop, dan dinyatakan koma. Satu rumah dan dua mobil sudah habis terjual untuk biaya rumah sakit Sinta selama sekian bulan. Saat itu, suami dan keluarganya sudah nyaris menyerah. Dokter dan pihak rumah sakit sudah menyodorkan surat untuk ditandatangani suami Sinta, berupa surat izin untuk menggugurkan kandungan. Seluruh keluarga sudah setuju, bahkan mereka sudah ikhlas jika Allah berkehendak terbaik untuk Sinta dan bayinya.
Seorang bunda memang selalu luar biasa. Tidak ada yang mampu menandingi cintanya, dan kekuatan cinta itu yang membuatnya bertahan selama enam bulan masa kehamilannya. Maha Suci Allah yang berkenan menunjukkan kekuatan cinta sang bunda melalui Sinta, menjelang sang suami menandatangani surat izin pengguguran, Santi mengigau dalam komanya. “Jangan, jangan gugurkan bayi saya. Ia akan hidup, begitu juga saya” Kemudian ia tertidur lagi dalam komanya.
Air mata meleleh dari pelupuk mata sang suami. Ia sangat menyayangi isteri dan calon anaknya. Surat pun urung ditandatanganinya, karena jauh dari rasa iba melihat penderitaan isterinya, ia pun sangat memimpikan bisa segera menggendong buah hatinya. Boleh jadi, kekuatan cinta dari suami dan isteri ini kepada calon anaknya yang membuat Allah tersenyum.
Allah Maha Kuasa. Ia berkehendak tetap membuat hidup bayi dalam kandungan Sinta meski sang bunda dalam keadaan koma. Bahkan, setelah hampir tiga bulan, Sinta tersadar dari komanya. Hanya beberapa hari menjelang waktu melahirkan yang dijadwalkan. Ada kekuatan luar biasa yang bermain dalam episode cinta seorang Sinta. Kekuatan Allah dan kekuatan cinta sang bunda.
Bayi itu pun terlahir dengan selamat dan normal, tanpa cacat, tanpa operasi caesar. “Mungkin ini bayi termahal yang pernah dilahirkan. Terima kasih Allah, saya tak pernah membayangkan bisa melewati semua ini,” ujar Sinta menutup kisahnya.