Opium berasal dari getah putih yang keluar dari kelopak mentah bunga tanaman Papaver somniferum atau biasa disebut tanaman poppy. Tanaman ini tumbuh subur di sekitar dataran Amerika Utara, Eropa, Asia, dan Australia. Banyak sekali spesies tanaman dari golongan papaveraceae, tapi tak ada yang sebanding dengan Papaver soniferum. Tanaman ini tergolong indah, bahkan bijinya biasa digunakan sebagai minyak goreng. Dengan warna yang cukup mencolok, bunga poppy juga sering digunakan sebagai tanda berkabung. Kelopak bunga poppy ini kemudian banyak digunakan sebagai obat selama berabad-abad sebagai penghilang rasa sakit, pelemas otot yang kejang, diare, hingga keracunan.
Opium dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Opium berasal dari kata “opion” yang berarti sari atau getah tanaman poppy. Tanaman poppy yang siap untuk dijadikan opium terlihat pada kulit kelopak bunganya yang matang dengan bilah daun yang meruncing. Kelopak itu kemudian diiris untuk mengeluarkan getah putih yang kemudian dikeringkan menjadi resin berwarna kecokelatan yang agak lengket.
Opium yang dihasilkan memiliki beberapa warna mulai dari kuning hingga hitam kecokelatan serta memiliki bau khas dengan rasa agak pahit. Opium menghasilkan alkaloid berupa morfin yang termasuk dalam kategori narkotika.
Sedangkan unsur pokok lainnya dari alkaloid itu adalah kodein, papaverin, dan noskapin (narkotin). Heroin disintesis dari morfin. Morfin, heroin, dan kodein adalah obat keras yang menimbulkan efek ketergantungan berat, sedangkan papaverin dan narkotin tidak. Sebenarnya, Papaver somniverum mengandung sekira 20 jenis alkaloid opium.
Nama opioid kemudian digunakan untuk opiat, yaitu suatu preparat atau derivat dari opium dan narkotik sintetik yang kerjanya menyerupai opiat, tetapi tidak didapatkan dari opium.
Opiat alami lain atau opiat yang disintesis dari opiat alami adalah heroin (diasetilmorfin), kodein (3-metoksimorfin), dan dilaudid (hidromorfon). Larutan opium dalam etil alkohol disebut laudanum, sedangkan campuran antara opium, alkohol, dan camphor disebut paregorik.
Penggunaan medis.
Antara tahun 1803 hingga 1805, apoteker muda asal Jerman, Friedrich Wilhelm Sert�rner, berhasil mengisolasi kristal morfin yang terbuat dari resin opium. Isolasi ini kemudian digunakan para dokter sebagai penawar rasa sakit pada dosis tertentu, Namun demikian, morfin dapat meningkatkan risiko kematian pasien karena depresi pada saluran pernapasan.
Opium dan berbagai unsur pokok yang dikandungnya dapat berpengaruh pada tubuh sebagai analgetik atau mengurangi sakit, menekan aktivitas psikologi yang dapat menyebabkan tubuh tak sadarkan diri. Pemakai opium dapat merasakan keadaan yang tenang dan semuanya serasa baik-baik saja. Opium dapat memengaruhi secara positif pada fisik maupun mental si pengguna dan tidak benar-benar melemahkan mereka yang secara psikologis karena pada sebagian orang ditemukan fungsi kekebalan dalam tubuhnya sendiri. Namun demikian, penggunaan opium rentan terkena malnutrisi dan penyakit lainnya.
Beberapa efek negatif yang timbul dari penggunaan opium di antaranya pemakai mengalami pelambatan dan kekacauan pada saat berbicara, kerusakan penglihatan pada malam hari, kerusakan pada hati dan ginjal, risiko terkena virus HIV, hepatitis, dan penyakit infeksi lainnya makin meningkat, penurunan libido, kebingungan dalam identitas seksual, hingga kematian karena overdosis.
Opium sangat lekat dengan perkembangan dunia medis. Opium sering digunakan sebagai analgetik, terutama setelah ditemukannya morfin. Morfin dapat mengurangi rasa sakit yang diderita pasien, tapi potensi ketergantungan setelah pemakaian sangat tinggi. Laudanum digunakan sejak tahun 1800-an untuk membantu kesulitan tidur serta meringankan rasa nyeri. Kodein berguna untuk para penderita batuk, serta paregorik dapat menghentikan diare akut. Obat-obatan yang berbahan dasar opium dapat dijual bebas di AS dan Eropa pada abad ke-19, dan sempat menyebabkan tingginya jumlah orang yang memiliki ketergantungan.
Sejarah
Penggunaan opium telah dikenal sejak lama, bahkan sejak zaman sebelum masehi. Digunakan sebagai narkotika dalam budaya Sumeria dan Eropa pada awal tahun 4000. Pada awal abad ke-19, Pemerintah Cina melarang perdagangan dan pemakaian opium secara resmi. Namun demikian, para saudagar Inggris mulai menyelundupkan opium ke Cina untuk menyeimbangkan pembelian teh untuk diekspor ke Inggris. Penyelundupan opium yang berasal dari India ke Cina oleh saudagar Inggris itu menyulut ”Perang Opium” (Opium War). Kejadian itu membuat Inggris terpaksa harus “merampas” Hong Kong dan membawa Cina dalam era yang disebut mereka sebagai ”abad memalukan”.Imigran Cina banyak berdatangan ke AS yang bekerja pada berbagai projek pembangunan seperti kereta api dan membawa kebiasaan mengisap opium dalam bentuk rokok ke wilayah barat. Sebelum dikenal dengan budaya merokok, opium kebanyakan digunakan dengan cara dimakan dan diminum. Budaya mengisap opium yang dicampurkan dengan tembakau mulai dikenal dan menjadi hal yang lumrah di Asia pada abad ke-17 dan 18.
Selama abad ke-19, opium berkembang luas di AS dan mulai mengimpor dalam jumlah besar. Selain digunakan untuk kebutuhan medis, opium juga dikenal masyarakat AS sebagai tonik dan obat paten, dan penggunaan opium tak dapat dihindari, hingga berkembang menjadi epidemi kecanduan opium pada akhir 1800-an.
Penggunaan opium dalam jumlah besar kini masih terjadi, termasuk penggunaan resmi untuk medis. Lahan untuk petani tanaman poppy tersebar di Asia Tenggara (di wilayah Segitiga Emas, terutama di Myanmar), Asia Barat Daya (paling banyak di Afganistan dan Pakistan), serta Amerika Latin (terutama di Kolombia). Di Afganistan, opium menjadi penghasilan yang cukup menjanjikan di samping gas alam dan pertanian. Diperkirakan, Afganistan memproduksi 589 metrik ton per tahun. Sebanyak 80-90 persen heroin yang kini beredar di Eropa berasal dari opium yang ditanam di Afganistan. (Deni Yudiawan/”PR”)*